Visi, Misi, dan Spiritualitas Gereja

Visi

Umat Allah Keuskupan Pangkalpinang dijiwai oleh Tritunggal Mahakudus, bertekad menjadi Gereja Partisipatif.

Misi

Membangun Komunitas Basis Gerejawi yang inklusif, dialogal, berakar pada iman dan ajaran Gereja, peduli terhadap lingkungan hidup, profetis, berpihak pada yang miskin, transformatif, kekeluargaan dan memberdayakan.

Spiritualitas

Spiritualitas Kemuridan dan Hamba Allah.

Sejarah Gereja

Gereja St.Petrus:Paroki Perintis di Pulau Batam

Saat ini umat Katolik di Pulau Batam digembalakan dalam 4 (empat) paroki, yakni: Paroki St.Petrus-Lubuk Baja, Paroki Beato Damian-Bengkong, Paroki Maria Bunda Pembantu Abadi-Tembesi dan Paroki Kerahiman llahi-Tiban. Sejarah mencatat bahwa Paroki St.Petrus-Lubuk Baja adalah Paroki tertua. Paroki yang beralamatkan di Jin.Anggrek No 1 Blok ll -Lubuk Baja inilah perintis yang melahirkan tiga paroki tersebut.

Saat ini Paroki St. Petrus sudah memiliki bangunan gedung gereja baru yang megah. Melihat megah bangunan ini seraya menengok ke sejarah awal lahir dan pertumbuhannya, kita disadarkan bagaimana Tuhan Allah sendiri yang bekerja melalui penabur benih-Nya diparoki yang saat ini digembalakan oleh imam-imam projo setelah sebelumnya digembalakan oleh imam-imam Serikat Sabda Allah(SVD).

Para Perantau dari Flores

Pada tahun 1959 Theodorus Salaka perantau dari Gunung Api-Flores tiba di Pulau Batam. la masuk Batam bersama beberapa teman se-daerah antara lain: Moses Musa dan Markus Kopong. Tahun berikutnya menyusul Bapak Petrus Piatu Atawolo,Bernardus Lera dan Alo. Saat itu Pulau Batam masih berupa hutan belantara.

Bermula dari Doa Rosario di Rumah,Jadilah Kapela St.Maria

Di tanah asing-pulau rantauan ini, tiap hari Minggu Bapak Theodorus Salaka melakukan doa rosario di rumahnya. Lewat doa rosario itu hatinya merasa dipersatukan dengan Jemaat Katolik dikampung yang merayakan Misa Kudus di gereja. Inilah anugerah spiritual dari Allah yang mengusik jiwanya. Tergeraklah hati dan budinya. Pikirannya menggagas berdirinya sebuah kapela untuk berdoa pada hari Minggu. Begitulah getaran inspirasi rohani yang mendorong dan memberi daya kepada para perantau dari Flores ini mengerahkan tenaga membangun sebuah kapela.

Dibawah prakarsa dan komando Bapak Theodorus Salaka, pada tahun 1961 jadilah sebuah kapela yang dibangun diBatu Ampar, di sebuah pinggiran pantai Pulau Batam yang menghadap Singapura. Pantai itu kini menjadi kawasan PT.Mc Dermott. Kapela ini merupakan bangunan yang sangat sederhana. Semua rangka tersusun dari kayu bulat, atap dari ilalang. Dinding dari bambu belah yang dianyam (gedhek), dan lantainya adalah pasir. Untuk menunjukkan identitasnya sebagai kapela, di atas pintu bangunan ditempel kayu palang (salib). Tempat duduk dibuat dari kayu bulat. Sebagai ungkapan syukur dan terima kasih yang dipersembahkan kepada Bunda Maria, bangunan tersebut diberi nama Kapela St.Maria. Sebab para perantau itu yakin bahwa atas perlindungan Bunda Maria-lah petualangan perahu layar mereka dilindungi dari Flores sampai di Batam,yang pada waktu itu paling cepat memakan waktu 1 bulan.

Di kapela St. Maria ini para perantau berkumpul melakukan kegiatan rohani. Tiap hari Minggu mereka melakukan lbadat Sabda. Tiap bulan Mei dan Oktober mereka berdoa rosario. Nyanyian ibadat dan doa mereka diambil dari buku Jubilate. Kapela Santa Maria memang hanyalah sebuah bangunan sangat sederhana, tetapi dari kapela tersebut tertancap tonggak penting bagi sejarah perkembangan Gereja Katolik di Pulau Batam.

Anugerah Misa Kudus di Kapela St.Maria

Batu Ampar seolah menjadi ladang persemaian benih-benih persekutuan umat beriman. Persekutuan iman itu dipupuk dengan lbadat Sabda yang waktu itu dipimpin oleh Bapak Petrus Piatu Atawolo. Munculnya persekutuan umat beriman di Batu Ampar akhirnya sampai ke telinga Pastor Rudolf Reichenbach,SS.CC, Pastor Paroki Tanjung Pinang, yang akrab dipanggil Pastor Rolf. Tahun 1963 Pastor Rolf mengunjungi umat di Batu Ampar. Umat menyambut Pastor Rolf dengan sukacita bagaikan mengalami kehadiran sang penguasa alam semesta. Pada waktu itu pula Pastor Rolf merayakan Misa Kudus di Kapel St.Maria. Itulah misa yang pertama kali disitu. Bisa dibayangkan sudah sekian tahun para perantau itu tidak mengalami Misa Kudus. Maka Misa Kudus itu bagi mereka menjadi peristiwa ajaib serasa hadirnya Kerajaan Surga.

Konon, saat menghangatnya konfrontasi Indonesia-Malaysia, seorang pastor tentara juga pernah merayakan Misa Kudus di Kapela St. Maria itu. Tahun demi tahun Kapela St.Maria digunakan olehPersekutuan Umat Katolik perantau untuk menimba kekuatan rohani dari Kuasa Tuhan.

Kapela St.Maria Digusur, Umat Pindah ke Sei Jodoh

Delapan tahun berlalu kehidupan rohani Umat Katolik terpelihara dalam Kapela St.Maria. Tahun 1969 perusahaan asing masuk Batam. Salah satunya, PT.Enggram yang membangun lokasi perusahaannya di pantai Batu Ampar. Perluasan lokasi Kapel St.Maria. Tanpa ganti rugi, Kapela St. Maria dibongkar.

Dan masyarakat yang tinggal di Batu Ampar pun pindah di Sei Jodoh, di lokasi yang sekarang ada yaitu komplek Tanjung Pantun-BCA dan sekitarnya. Sisa-sisa bongkaran bangunan Kapela St. Maria sudah lapuk dan tidak bisa digunakan. Umat Katolik di Sei Jodoh tidak punya kapela lagi. Tak ada "Rumah Tuhan' sebagai sarana berkumpul dan beribadat. Maka aktivitas doa rosario dan lbadat Sabda hari Minggu diadakan ditempat bergilir dari rumah ke rumah umat. Situasi ini disampaikan kepada salah satu karyawan PT. Enggram yang punya posisi penting dan beragama Katolik, bernama Bapak Yosef Wuisan untuk membantu mencari jalan supaya umat memiliki Rumah Tuhan lagi. Pendekatan Pak Yosef Wuisan membuahkan hasil. Mr.Dupon, personalia PT. Enggram mengijinkan satu gudang yang sudah tidak dipakai oleh perusahaan tersebut, boleh dipergunakan untuk bangunan gereja. Sayangnya, pada saat bersamaan, ditempat umat mau membangun kapela, di tempat itu pula PT. Dwi Putra melakukan pembangunan jalan yakni jalur BatuAmpar-Jodoh Nagoya. PT.Dwi Putra menyarankan agar gereja dibangun di Tanjung Uma. Tentu saja umat Katolik keberatan. Mereka Tinggal di Sei Jodoh,sedangkan antara Sei Jodoh dan Tanjung Uma tidak ada jembatan penghubung.

Jasa Seorang Haji

Seorang muslim bernama Bapak Haji R. Muhammad dari Tanjung Uma sungguh menyumbangkan jasa besar bagi Umat Katolik di Sei Jodoh waktu itu. Bapak Haji ini mendekati PT. Dwi Putra supaya mengijinkan gereja dibangun dekat masjid Raya Jodoh, berlokasi di kebun milik Pak Haji itu sendiri. Begitulah umat mendapatkan kembali lahan untuk mendirikan bangunan Kapela St.Maria di Jodoh yang bersebelahan dengan MasjidRaya. Kerukunan, saling membantu dan toleransi dengan kaum muslim sudah terjadi saat itu.

Gotong Royong Umat Membangun Kembali Kapela St.Maria

Tahun 1974 umat Katolik Sei Jodoh memulai pembangunan Kapela St. Maria. Panitia pembangunan pun disusun. dengan ketua: Bapak Theodorus Salaka, wakil ketua: Bapak Petrus Piatu Atawolo, sekretaris: Bapak Hendrik Manampiring dan seksi tukang: Bapak Bernardus Solor. Umat Katolik bergotong royong menanggung pembangunan kapela ini. Umat yang punya penghasilan gaji dari kerja menyumbang dalam bentuk uang. Umat yang tidak bergaji menyumbang tenaga sebagai tukang atau mencari kayu dari hutan. Atap seng waktu itu disumbang oleh Bapak Lukas Loh Ka Hock. Beliau adalah umat Katolik yang kerja di PT. Enggram dan sekarang tinggal di Tanjung Uma. Begitulah Kapela St.Maria dibangun kembali dari umat oleh umat dan untuk umat Katolik.

Bangunan Kapela St.Maria Dikembangkan

Dari tahun ke tahun umat Katolik di Sei Jodoh semakin bertambah. Pertambahan umat menuntut perhatian pastoral yang lebih. Perlu kunjungan pastor, perlu katekis. Maka bangunan kapela ditambah dengan kamar di samping dan belakang untuk menginap pastor yang berkunjung dan tempat tinggal katekis. Berikut katekis yang pernah ditugaskan di Batam, berturut-turut adalah:Petrus Kopong, Marlan Sudarwa ,Aloysius Umar, Yacobus Sudiono, St. Leo Supriadi, Murtaji. Marselinus, Yosef Widardi, Agus Supriyanto. Tugas para katekis waktu itu difokuskan pada pastoral keluarga, liturgi, kaum muda, persiapan penerimaan sakramen. Semua katekis tersebut pernah menempati bangunan di Kapela St. Maria Jodoh

Kapela St.Maria Dipindahkan ke Bukit Baloin

Kuasa pengembangan Pulau Batam oleh pemerintah pusat dilimpahkan kepada Otorita Batam. Pada tahun 1983 Otorita mengembangkan kawasan Sei Jodoh menjadi pusat perdagangan. Perhotelan dan pertokoan. Maka pemukiman masyarakat di kawasan Sei Jodoh dipindahkan ke Seraya, Pelita, Baloi Indah, Baloi Centre serta Blok ll sampai dengan Blok IV. Kapela St. Maria Sei Jodoh pun harus dipindahkan lagi. Pada tahun 1983 panitia pemindahan gereja menerima lahan dari Otorita Batam, yaitu Bukit Baloi.

Berakhir Menjadi Gereja St.Petrus

Bukit Baloi, lokasi baru yang diberikan oleh Otorita untuk bangunan gereja, ternyata penuh dengan bebatuan. Umat Katolik harus bekerja keras dengan bergotong royong meratakan tanah, memecahkan bukit batu dan akhirnya berdirilah bangunan gereja permanen. Bangunan permanen ini kemudian diberi nama Gereja Santo Petrus. Nama yang sesuai mengingat letaknya yang di atas lokasi berbatu. Petrus berarti batu karang (Mat 16:18).

Tentu saja Nama St. Petrus bukan didasarkan pada nama sejumlah orang seperti sederetan tokoh yang berperan dalam perkembangan Gereja St. Petrus. Bernama Petrus Kopong dari Flores. Pemborong bangunan waktu itu:PetrusTandiono. Gembala Gereja waktu itu adalah Pastor Piet Hoedemaekers,SS.CC.Koster pertama kali waktu itu ialah Petrus Nuryanto.

Pada tanggal 28 Oktober 1984, bangunan Gereja St.Petrus diberkati oleh Administrator Keuskupan Pangkalpinang Mgr. Reichenbach,SS.CC dan diresmikan oleh Kabalak Otorita Batam, BapakSudarsono. Meskipun masih harus duduk di kursi seadanya pindahan dari Sei Jodoh dan sebagian harus duduk di tikar untuk beribadat, mulai saat itu umat memiliki tempat ibadat permanen: Gereja St. Petrus sebagai Rumah Tuhan, tempat menimba kekuatan rohani. Gedung Gereja pada saat itu untuk kapasitas 300 orang.

Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bapak Uskup Keuskupan Pangkalpinang (Mgr.Hilarius Moa Nurak, SVD) tertanggal 9 September 1991, maka pada tahun1991 ditetapkan sebagai Pendirian Paroki Santo Petrus, Lubuk Baja,Batam, yang sebelumnya merupakan bagian pelayanan pastoral dari Paroki Hati Santa Maria Yang Tak Bernoda, Tanjung Pinang.

Pastor Paroki pertama St. Petrus adalah RP.Alan Tomas Nasraya, SVD. Para Pastor Paroki selanjutnya adalah:RP.Albertus Magnus Novena, SVD; RP.Yosef Due, SVD; RP.Yosef Purwo Tjahjanto Y.,SVD; RD.A.M.lwanMurjoko; RP. Bartolomeus Ludovikus I Wayan Joko Sunaryo, SVD; RP.Peter Bruno Sarbini, SVD; RP.Venantius Supriyono, SVD; RP.AntonKedang, SVD; RP.Antonius Sarto MitakdaSVD: RD.Yohanes Belang de Ornay; dan RD.Fransiskus Tatu Mukin.

Para pastor yang pernah dan sedang bertugas di Paroki St. Petrus antara lain: RP.Alfonsus Claes, SS.CC; RP.Kees Molenkamp,SS.CC; RP.Ludwinus van Dongen,SS.CC;RD.F.X. Hendrawinata; RP.Henri Jourdain, MEP; RP.Stanislaus Kalewair,SVD; RP.HilarioSalinas, SVD; RP.Felix Supranto, SS.CC; RD.Yohanes Belang de Ornay; RD.FransiskusTatu Mukin; RD.Andreas Naraama Lemoro; RD.Antony Kalvin; RP.Theodorus Tidja Balella, SVD; RP.Yakobus Benediktus Ratuwalu,SVD;RP.Laurensius Ketut Supriyono,SVD; RP.Aurelius Pati Soge, SVD: Ola Soni;R D.Chrisantus Paschalis Saturnusdan RP.Kristianus Ratu, SVD.

Di Atas Batu Bukit Baloi Dibangun Kembali St.Petrus yang Megah

Seiring dengan bertambahnya jumlah umat Katolik, Gereja St. Petrus tidak lagi mampu menampung umat, Bukan kebetulan bahwa Pastor Paroki saat itu: RP.Peter Bruno Sarbini, SVD pada tahun 2004 bersama dengan beberapa umat yang diberi nama "Team Sembilan" tergerak untuk menggagas pembangunan kembali Gereja St.Petrus yang mampu menampung lebih banyak umat.

Pada tanggal 29 Juni 2005, bertepatan dengan Hari Raya St.Petrus dan St. Paulus, diadakan peletakan batu pertama yang dilakukan oleh Romo Deken Kepulauan Riau, yaitu RP.Peter Bruno Sarbini, SVD sekaligus merangkap sebagai Pastor Kepala Paroki St.Petrus. Awal Desember tahun 2005 dimulailah pembangunan gedung gereja baru yang lebih besar terdiri dari dua lantai dan bernilai artistik,yang mampu menampung 1.200 umat. Adapun yang menjadi Ketua Panitia Pembangunan adalah bapak Lynus Yeo(almarhum).

Setelah melalui perjuangan seluruh umat yang memberikan dukungan doa, tenaga, pikiran dan dana, terwujudlah sebuah bangunan Gereja Katolik St.Petrus. Sebuah bangunan Gereja yang diharapkan tidak hanya menjadi sarana bagi umat untuk berdoa dan mengucap syukur, namun diharapkan juga dapat menjadi ladang yang subur bagi persemaian benih-benih persekutuan umat beriman.

Bangunan megah Gereja St Petrus niscaya membuat para tokoh awal terharu, penuh syukur menyadari kebesaran penyelenggaraan Tuhan lewat para tokoh yang bekerja sama dengan umat yang digunakan oleh Tuhan menjadi sarana pengembangan Kerajaan Allah sekaligus membuat umat beriman saat ini untuk semakin aktif berperan dalam karya keselamatan Tuhan,khususnya di Kota Batam.

Pada tanggal 10 Mei 2009 gedung Gereja Santo Petrus yang baru, diresmikan dan ditahbiskan oleh Ketua Konferensi Wali Gereja Indonesia(KWI) Mgr.Martinus Dogma Situmorang OFM Cap bersama Uskup Pangkalpinang Mgr.Hilarius Moa Nurak,SVD.

Misi SVD dan Peralihan Kepada Imam Praja

Keberadaan misi para imam SVD di Pulau Batam tidak terlepas dari peran Mgr.Hilarius Moa Nurak, SVD yang pada tahun 1987, diangkat oleh Vatikan menjadi Uskup diKeuskupan Pangkalpinang. Pada tahun 1990 merupakan awal keterlibatan misi SVD diwilayah Keuskupan Pangkalpinang. Atas inisiatif Mgr.Hilarius, Pulau Batam yang ketika itu menjadi salah satu stasi dari Paroki Tanjung pinang, dibuka untuk pelayanan oleh para misionaris Serikat Sabda Allah (SVD). Misionaris pertama yang merintis karya ini ialah P.Allan Geogehan Nasaraya dan P. Stanislaus Kalawair. Sesudah dua misionaris awal, ada sejumlah misionaris telah ditempatkan di Gereja St.Petrus sebagaimana yang telah disebutkan di atas.

Perlahan-lahan, umat membangun diri di bawah pendampingan para misionaris SVD yang diserahi tanggung jawab penggembalaan tersebut. Karena hakekat dari karyanya, pusat perhatian para misionaris saat itu adalah karya paroki untuk memperkuat sendi-sendi kehidupan umat Katolik. Batam ketika itu sudah dirancang menjadi sentra ekonomi industri yang menarik banyak orang, baik dari dalam negeri maupun para pekerja migran dari manca negara. Akibatnya, Batam terbentuk menjadi sebuah miniatur Indonesia berwajah kosmopolitan, anonim dan berorientasi ekonomi. Di tengah aneka keunikan sosial ini para misionaris SVD ditantang untuk secara kreatif mengembangkan umat Allah, menampilkan wajah Gereja Kristus yang membawa pesan-pesan keselamatan dan harapan bagi banyak orang.

Titik awal yang sederhana ini ternyata membuahkan hasil yang menggembirakan. Ditunjang oleh sejumlah katekis dan aktivis awam yang ulet, para misionaris mulai mengembangkan sayapnya ke berbagai pelosok pulau, Satu per satu komunitas-komunitas memperkuat diri dan berpikir untuk membentuk paroki-paroki baru. Lahir tiga paroki baru, yakni Paroki St. Damian Bengkong, yang pengelolaannya diserahkan kepada para misionaris SSCC, Paroki Kerahiman llahi Tiban dan Paroki Maria Bunda Pembantu Abadi Batuaji yang dilayani oleh para imam praja Keuskupan Pangkalpinang. Selain empat paroki ini, ada juga stasi-stasi kecil yang menyebar di berbagai tempat seperti Pancur, Bidaayu, Muka kuning, Kabil.Pulau Todak, Belakang Padang, Galang, Tanjung Uncang, Tanjung Uma, dan sebagainya.

Akhir tahun 2012, Uskup Pangkalpinang, Mgr. Hilarius Moa Nurak, SVD. menyampaikan, bahwa kesepakatan kerja antara SVD Provinsi Jawa dan Keuskupan Pangkalpinang menyangkut Paroki Lubuk Baja tidak diperpanjang. Itu berarti, para misionaris SVD tidak lagi melayani paroki tersebut. Perjalanan panjang dari tahun 1990 diakhiri pada tanggal 6 Januari2013 dengan penyerahan kembali reksa pastoral Paroki St.Petrus Lubuk Baja kepihak Keuskupan Pangkalpinang. Secara resmi SVD Provinsi Jawa juga menarik semua personelnya dari karya pastoral Keuskupan Pangkalpinang. Dua misionaris terakhir yang menjadi saksi berakhirnya kiprah misioner di paroki ini adalah RP.Antonius Sarto Mitakda, SVD dan RP.Sebastianus Ndona, SVD. Kendatipun demikian, komunitas SVD yang sudah memiliki rumah biara di Bukit Indah Sukajadi masih tetap dipertahankan dan meneruskan kiprah misionernya ke bidang kategorial. Menjadikan Biara Ratu Rosari Sukajadi sebagai basis kiprah misioner itu terus digali dan diperdalam. Mengingat tak ada lagi karya khusus milik keuskupan yang ditangani, komunitas SVD Batam memusatkan perhatian pada karya propria tarekat, sesuai dengan warna kharisma dan spiritualitas kongregasi.

Pada awal peralihan penggembalaan umat di bawah komando imam-imam praja, umat tampak mengalami sedikit perasaan yang berbeda dari situasi sebelumnya ketika berada dalam penggembalaan imam-imam SVD. Namun, keadaan tersebut tidak berlangsung lama karena sejatinya umat di Paroki Santo Petrus merupakan umat yang tangguh dan cepat beradaptasi dengan situasi yang baru. Hal ini didukung oleh keberadaan RD.Yohanes Belang de Ornay yang diangkat sebagai Pastor Paroki pertama dari imam praja.RD.Yohanes Belang de Ornay tentu merupakan gembala yang sudah tidak asing lagi bagi umat Paroki Santo Petrus dan sangat akrab dengan imam-imam SVD. sehingga sangat tahu bagaimana menggembalakan umat Paroki Santo Petrus.

Rasanya Pulau Batam tidak bisa lepas dari sentuhan kasih imam-iman SVD yang telah menggoreskan catatan emas dalam karya dan pelayanan umat. Pada awal tahun2016, hadir salah seorang imam senior SVD yaitu RP. Kristianus Ratu,SVD, yang diserahi tanggung jawab penggembalaan umat dalam rangka pembentukan paroki baru yang meliputi wilayah pancur dan bidaayu. Kehadiran RP.Kristianus Ratu. SVD seakan mengulang kisah sukses karya dan penggembalaan imam-imam SVD di pulau Batam.